Perempuan

Sepak Terjang Guru Les Perempuan Mengajar di Masa Pandemi

Pandemi COVID-19 memberi berbagai tantangan bagi guru les perempuan di beberapa Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) maupun Bimbingan Belajar (Bimbel)

Published

on

Oleh: Rusdiana (Universitas Lambung Mangkurat)

Pandemi COVID-19 memberi berbagai tantangan bagi guru les perempuan di beberapa Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) maupun Bimbingan Belajar (Bimbel). Meski alami sepak terjang, guru les perempuan tetap berjuang di garda depan pendidikan.

Walau kegiatan dilakukan secara daring, masih banyak orang tua peserta didik yang memilih untuk tidak memberikan pembelajaran tambahan kepada anaknya dengan bantuan guru les. Hal ini tentu berdampak pada penurunan jumlah peserta didik yang membuat banyak tenaga pendidik yang memilih berhenti.

Salah satu LKP di Banjarmasin, yaitu Excellent Center, membenarkan hal tersebut. “Pengaruh yang paling signifikan dari pandemi COVID-19 adalah penurunan peserta didik yang cukup drastis,” ujar Arbainah selaku Ketua Yayasan LKP Excellent ketika diwawancarai pada Jumat, (29/10/2021). Sebelum pandemi, peserta didik membludak, bahkan LKP miliknya pernah mencari beberapa tambahan guru les karena tingginya jumlah peserta les.

 “Tenaga pendidik kami dulu lumayan banyak, ada laki-laki dan perempuan. Tapi setelah pandemi, pengajar laki-laki istirahat semua. Dan ketika mencari pengajar baru, yang kami dapat hanya pengajar perempuan saja,” jelas Arbainah.

Pembelajaran les oleh Nur Septia Supiyanti yang berlangsung sebelum pandemi COVID-19 di LKP Excellent Center, Banjarmasin (16/04/2019) (Instagram Yayasan CBB)

Menurut Arbainah, alasan penurunan peserta didik dikarenakan orang tua yang takut anaknya terserang COVID-19. “Sebelumnya masyarakat tidak memiliki ketakutan jika anaknya berkumpul dengan anak lain. Tetapi sekarang mereka mulai takut meskipun dengan protokol kesehatan dan akhirnya tidak melanjutkan les,” jelasnya.

Pembelajaran les oleh Nur Septia Supiyanti yang berlangsung saat pandemi COVID-19 di LKP Excellent Center, Banjarmasin (19/04/2020) (Instagram Yayasan CBB)

Perjuangan guru les perempuan di lembaga ini tidak berhenti di situ. Meskipun kebijakan mengenai Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sudah dikeluarkan oleh Kemendikbud pada Senin (13/09/2021), peserta didik masih sering mendapatkan tugas setiap hari layaknya pembelajaran daring. Hal ini berdampak terhadap sistem dan cara mengajar guru les perempuan karena harus mengubah jadwal les menjadi pagi hari. Tentunya, guru les perempuan harus pandai mengatur waktu antara mengajar dengan pekerjaan rumah.

Nur Septia Supiyanti, salah satu guru les di Banjarmasin mengaku ia hanya membantu peserta didik menjawab tugas yang diberikan oleh guru di sekolah hampir di setiap kegiatan les berlangsung. “Soal yang diberi banyak. Jadi, agak keteteran dalam menjelaskan materi sesuai soal. Sedangkan waktu les hanya satu jam,” ujar Septi pada Jumat, (29/10). Bahkan, Septi yang biasanya fokus menjadi guru les Bahasa Inggris harus membantu peserta didik dalam mengerjakan tugas mata pelajaran lain yang bukan ranahnya.

Peran perempuan yang lebih aktif dalam menjadi pahlawan tanpa tanda jasa memang tak bisa dielakkan. Pusat Data dan Statistik Kemendikbud Tahun 2020/2021 mengungkap banyak guru perempuan di Indonesia adalah 71%. Hal ini menandakan guru berjenis kelamin perempuan lebih dominan daripada guru berjenis kelamin laki-laki.

Jika dilihat data guru di Kalimantan Selatan dari total 23.337 guru, sebanyak 68% berjenis kelamin perempuan. Meski sudah menjadi seorang guru di sekolah, banyak guru perempuan yang juga berperan aktif menjadi guru les di luar jam kerjanya sebagai seorang guru.

Untuk menghindari anak bangsa dari buta ilmu pengetahuan dan teknologi, peran perempuan sebagai guru les patut diberi apresiasi. Selain merangkap menjadi guru di sekolah dan guru les, perempuan juga cukup kesulitan dalam membagi waktu dengan keluarganya.

“Pagi harus beres-beres rumah terus lanjut ke sekolah dulu. Baru berangkat ngajar jadi guru les. Belum lagi kalau ibu rumah tangga yang harus mengurus anak dan suami. Jadi, kami (guru les perempuan) harus benar-benar pandai dalam membagi waktu. Apalagi beberapa guru les juga banyak yang sambil kuliah,” ujar Septi.

Putri Nadya Oktariana, salah satu anggota dari Narasi Perempuan di Banjarmasin mengatakan bahwa guru les perempuan yang masih bertahan saat pandemi COVID-19 adalah sosok yang luar biasa. “Saat pandemi, mereka masih bisa mendidik anak bangsa tanpa menghiraukan kesehatan mental, fisik, dan cara mengajar mereka yang berbeda. Terlebih bagi guru les perempuan yang masih mahasiswa. Di saat banyak guru les menyerah, guru les perempuan masih bisa bertahan di tengah krisisnya pendidikan,” tuturnya saat diwawancarai pada Rabu, (10/11).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Populer

Copyright © 2021 Liputan Inklusif.