Difabel

Touring Difabel Motorcycle Indonesia (DMI): Difabel Berbagi Selama Pandemi

Pada bulan Oktober 2021, Difabel Motorcycle Indonesia atau yang sering disebut DMI melakukan touring ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Touring tersebut rencananya dilaksanakan bulan Desember 2020 tapi tertunda akibat pandemi Covid-19.

Published

on

Oleh : Gandhi Adyuta Nayottama

Pada bulan Oktober 2021, Difabel Motorcycle Indonesia atau yang sering disebut DMI melakukan touring ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Touring tersebut rencananya dilaksanakan bulan Desember 2020 tapi tertunda akibat pandemi Covid-19.

Kurang lebih selama seminggu, DMI melakukan touring dari Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ke Lombok, Nusa Tenggara Barat menggunakan motor roda tiga yang dirancang khusus untuk para penyandang difabel. Sebelum berangkat, para anggota diimbau melakukan vaksinasi oleh ketua DMI, Suyadi.

Touring ini bukan semata-mata hanya untuk jalan-jalan komunitas DMI saja. Para anggota komunitas memiliki tujuan spesifik untuk sesama kaum difabel di Lombok, yaitu sosialisasi dan studi banding tempat wisata. Studi banding ini mereka lakukan kepada sesama komunitas motor kaum difabel di Lombok dengan nama Lombok Roda Tiga. Selain itu, mereka juga melakukan  studi banding tempat wisata yang ada di Lombok terkait obyek wisata yang ramah difabel.

Melalui touring, DMI ingin menyampaikan bahwa para kaum difabel diimbau untuk memiliki SIM D dalam berkendara di jalan raya. Mengingat semua anggota DMI memiliki SIM D, Suyadi selaku ketua DMI Mojokerto menginginkan para anggota komunitas Lombok Roda Tiga untuk tertib aturan pemerintah dengan membuat SIM D.

Selain sosialisasi, DMI melakukan studi banding terhadap tempat-tempat wisata yang ada di Lombok dan membuat perbandingan dengan yang berada di Mojokerto Raya (Kabupaten dan Kota Mojokerto).

Suyadi menyebutkan bahwa tempat wisata di Lombok sudah ramah difabel. Sementara itu di Mojokerto seperti Candi Bajang Ratu itu masih belum ramah difabel. “Mungkin di kantor dinas itu sudah ada fasilitas kaya tempat landai, tapi untuk tempat wisata masih belum mendukung, terutama tuna daksa,” jelas Suyadi.

Suyadi merupakan seorang difabel dengan kondisi kaki kurang baik akibat polio sejak usia 2 tahun. Karena diundang oleh komunitas DMI pusat yang ada di Jawa Timur, Suyadi memutuskan untuk membuat cabang komunitas yang ada di Mojokerto Raya (Kabupaten dan Kota). Pernah beranggotakan sekitar 30 orang, komunitas ini melakukan perampingan hingga 15 orang pada tahun ini akibat tidak semua anggota memiliki kesehatan yang cukup untuk melakukan perjalanan jauh.

Selain melakukan perjalanan jauh, DMI sering melakukan bakti sosial kepada masyarakat yang membutuhkan. Sebelum touring ke Lombok, DMI menyempatkan diri membantu anak yatim di Mojokerto akibat pandemi COVID-19. Dibantu dengan komunitas Aksi Cepat Tanggap Mojokerto, DMI membagikan sembako kepada anak-anak yang terpaksa tidak memiliki orang tua akibat COVID-19 yang melanda di Indonesia.

Sebelum itu, DMI juga melakukan bakti sosial di Kediri demi rasa persaudaraan. Namun di luar bakti sosial yang dilaksanakan DMI sendiri, DMI sering dimintai bantuan oleh Polres Kota Mojokerto dan Dinas Sosial untuk melakukan bakti sosial, seperti sosialisasi vaksin dan memberi masukan terhadap pemerintah.

“Saya rasa hal ini sangat menarik, mengingat kelompok kami juga berbasis pada motor, kami rasa kelak kami juga akan melakukan hal serupa, meskipun tidak dalam waktu dekat,” ungkap Ahmad Alifiandy, anggota komunitas Mojokerto Jombang Itasha Club.

Untuk rencana ke depan, DMI akan melakukan touring religi. Hal itu melengkapi aksi bakti sosial yang selama ini sudah dilakukan. Dengan demikian aktivitasnya bisa berguna baik untuk komunitas difabel maupun masyarakat secara umum.

(wawancara dengan Suyadi, ketua dmi mojokerto mengenai pendapat masyarakat terhadap dmi dan pendapat suyadi terhadap diskriminasi difabel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Populer

Copyright © 2021 Liputan Inklusif.