Anak

Problem Psikologis Anak Kehilangan Orang Tua karena Covid 19 dan Pentingnya Pendampingan

Published

on

Oleh: Luthfi Maulana Adhari

Melansir data dari RapidPro UNICEF, bulan November 2021, tercatat sebanyak 29.822 anak di Indonesia kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya akibat Covid-19.

Salah satu anak yang orang tuanya berpulang setelah melawan pandemi adalah Rumi (12 tahun). Ayahnya meninggal setelah menderita Covid-19 pada bulan Juli lalu. Rumi kini tinggal bersama ibu dan kakak perempuannya. Ketika diwawancarai secara tatap maya melalui WhatsApp dan didampingi oleh kakaknya sebagai wali, Rumi mengaku perlu waktu berminggu-minggu untuk bisa pulih dari rasa dukanya.

Selama masa berduka, Rumi berharap kehadiran seseorang yang bisa mendengarkan dan berbagi duka dengannya.

“Ya, waktu itu butuh pendampingan, butuh buat tempat cerita,” kata Rumi singkat.

Pendampingan Psikologis Penting bagi Anak

Dr. Weny Savitry S. Pandia, M.Si., Psikolog, dosen S2 psikologi Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta berpendapat, bahwa anak-anak yang orang tuanya berpulang karena Covid-19 memiliki kondisi trauma psikis yang khas. Kondisi ini bertambah berat ketika mereka tidak bisa menyaksikan upacara pemakaman orang tuanya, sebagaimana layaknya, dan kurangnya dukungan sosial dari lingkungan masyarakat di sekitarnya.

Oleh sebab itu, penanganan psikologis sangat dibutuhkan anak untuk bisa sembuh dari trauma.

“Kehilangan pada situasi pandemi, lebih berat, dan harus ada penanganan khusus. Perlu sekali ada yang mendampingi anak, sehingga anak tidak sendirian memendam perasaan bingung. Ketika tidak ada penanganan psikologis dengan cepat, ini bisa tidak selesai, bisa jadi ada masalah trauma di masa mendatang, dan juga efek samping lain,” kata Weny.

Senada dengan Weny, Ika Rizki Yustisia, S.I.Kom., M.A, dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya sekaligus aktivis komunitas Children Matter mengatakan, anak yang kehilangan orang tua karena Covid-19 rentan terhadap gangguan psikologis bahkan hingga level serius seperti gangguan stres pasca trauma atau PTSD.

“Perpisahan anak dari orang tua itu juga bisa menimbulkan berbagai gangguan psikologis, kalau yang serius misalkan PTSD dan yang lain sebagainya,” papar Ika.

Bantuan Pendampingan Psikologis Tidak Datang untuk Rumi

Kementerian Sosial sejak Juni 2021 sudah mencanangkan Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI). Salah satu tujuannya adalah untuk memberikan bantuan psikologis pada anak-anak yang kehilangan orang tua karena Covid-19.

Meski demikian, program ini masih belum menjangkau masyarakat secara merata. Sebagai contoh, Rumi dan keluarga belum pernah mendengar adanya layanan pendampingan psikologis ini. Rumi bahkan tidak mendapat assessment dari pihak berwenang.

“Sama sekali gak pernah dengar dan gak tahu,” ujarnya.

Kementerian Sosial masih perlu kerja keras memenuhi tugasnya sebagai representasi kehadiran negara yang peduli atas persoalan ini.

Sesuai dengan amanat Pasal 8 Undang-Undang-Undang Nomor 32 tentang Perlindungan Anak, tercantum dengan jelas “Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.”

Hak tersebut disinggung oleh Ika, ia sepakat jika anak memiliki urgensi untuk dilindungi, termasuk dalam perlindungan atas kondisi psikososialnya.

“Dukungan psikososial itu bisa menciptakan kondisi yang memungkinkan anak menjalani pertumbuhan yang optimal, termasuk juga mencapai kesejahteraan anak itu. Landasannya, ya, anak itu punya HAM dan kebutuhan untuk dilindungi,” terangnya.

Sementara itu, Weny mengingatkan jika konseling atau pendampingan kepada anak-anak tidak bisa sembarangan dilakukan. Perlu seorang ahli yang memahami persoalan psikologi anak.

“Pendampingan ini diharapkan tepat, dilakukan oleh orang yang memang betul-betul kompeten untuk mendampingi anak, sehingga efek jangka panjang bagi anak tidak berkepanjangan atau parah,” lanjutnya.

Menurut Weny, jika bantuan psikologis tak kunjung datang dan kondisi stres belum parah, orang terdekat bisa melakukannya dengan pendekatan yang mengedepankan empati dan memvalidasi perasaan duka anak.

“Mereka perlu divalidasi perasannya, bahwa mereka memang sedih, tidak nyaman, bingung, merasa kehilangan. Beri tempat untuk dia bicara,” tutup Weny.*

*Nama Rumi merupakan nama samaran demi menjamin privasi narasumber sebagai anak.

Infografis Problem Psikologis Anak yang Kehilangan Orang Tua Karena Pandemi Covid-19. (Luthfi Maulana Adhari)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Populer

Copyright © 2021 Liputan Inklusif.